I am freelance intelligence. Currently trying to understand capitalism.

Tuesday, 24 March 2015

My Only One

Gadis itu berdiri di sebuah sudut, memandang kejauhan dari dinding kaca yang basah oleh percik percik hujan. Matanya tajam, sembab, dan tegas. Dilingkarkannya kedua tangan di perut yang sepertinya masih baru terisi beberapa potong roti dan green tea late sejak pagi hingga senja mulai bersiap-siap untuk hadir. Tubuhnya bersandar pada sebuah dinding yang kesepian.

we had a fight last night
and i caught him mad
makes me feel so sad
and i'm so ashamed

Lima belas menit lagi batas waktu terakhir untuk check-in. Dalam hatinya berkata,
"Masihkah ia akan menjemputku seperti dahulu?"
"Masihkah ia akan berkata, sayang maafin aku. aku cinta kamu?"

he's my only one
i'll give him all my love
even though my mom says no
i just go on and on

Ada sesuatu yang bergetar di dalam sakunya. Ada sebuah nama terpampang di layar handphonenya, My only one.
"Kamu lagi dimana?"
"Aku butuh waktu mas, maaf"
"Aku jemput kamu sekarang ya, kamu dimana?"

everyday and every night i just wanna hold him tight and make sure that everything stays right
and everyday and every night to dream of him is my delight and know that he'll stay with me all the way.

"Tapi sekarang keadaannya udah beda mas, maaf. Aku butuh waktu sebentar aja, please dear"
"Aku cuma pengen kamu tahu, semuanya buat aku masih sama kayak dulu. Aku masih sayang sama kamu kayak dulu. Kita bisa mulai lagi semuanya dari awal. I love you dear"

Percakapan itu berakhir bersama hujan. Gadis itu berjalan keluar, memanggil taksi menyebutkan sebuah tempat.
 

Flashfiction
song- Mocca, My Only One

0 comments:

Post a Comment