Ada begitu banyak hal yang ingin saya tuliskan akhir-akhir ini. hal-hal
yang membentuk tiga garis kerut pada dahi saya yang dulu mulus. Ya, namun waktu
di tempat ini rasanya seperti sedang berjalan di atas skateboard. Tidak
seperti lima bulan lalu yang mana waktu seperti berjalan di atas Padang Arafah.
okah, saya cerita yang ini dulu aja ya ntar yang lainnya disambung di
postingan lain.
Jadi ceritanya di Indonesia ada orang yang bernama Halim. Tapi jangan
salah, dia bukan orang susah yang kerjanya lontang lantung nyari kerja atau
pengais sampah yang hidupnya di rumah kardus 3x4 meter atau bahkan seorang
ustad yang pinternya ngalahin Muhammad SAW. Jangan salah. Halim bukan orang
seperti itu. Dia orang yang jauh lebih susah dari tiga asumsi tadi.
Singkat cerita, Halim merupakan seorang pemikir (makannya hidupnya susah
terus wkwkwk) yang entah gimana ceritanya kesambet sama buku yang judulnya The
Legend of Apalachia: discovering the unconfirmed phylosophy of happiness. entah
sudah berapa ratus kali ia membacakan buku itu dihadapan orang-orang yang, yaa,
beberapa acuh, beberapa bersimpati dengan menepukkan tangannya satu kali,
beberapa lari ketakutan, dan bahkan pernah satu ketika seorang anak kecil
memberikan Halim lima dolar lalu menyuruhnya pergi.
Cerita tentang Halim berlanjut tanpa saya tahu sebelum beberapa waktu yang
lalu, pada akhir pekan gerimis mulai bersemi menghadirkan kuncup-kuncup yang
basah dan segar, lalu mekar dan indah. Karena pada saat itulah, pada akhirnya
saya dapat berbicara dengan dia yang ternyata masih sangat sehat walau pun
banyak desas desus yang mengabarkan bahwa ia tengah sakit keras, ia sekarang
sudah gila, bukankah ia sudah meninggal? Tidak tidak ia tidak mungkin meninggal
selama kita masih ada.
Kami sedikit berbicara kemudian:
"Hai Halim, iya, anda Halim kan??" Tanya saya padanya
"Iya, oh anda, senang sekali berjumpa lagi, bagaimana kabarnya?"
"Alhamdulillah saya baik-baik, anda bagaimana? ah sebentar, tapi
mungkin hanya anda yang senang kita dapat berjumpa lagi, karena sepertinya saya
tidak"
"Kabar saya juga baik sebenarnya. Bagaimana bisa begitu? bukankah anda
begitu sering memikirkan saya? bagaimana mungkin anda tidak berbahagia ketika
kita bertemu?"
"Bukan Halim, bukan demikian. Anda terlalu sering membuat saya pusing
dan selalu ingin minum kopi." Saya melirik halim sekejap. "Anda tahu
ibu tidak pernah menyetujui permintaan saya untuk sepaket kopi siap seduh, itu
tidak baik bagiku ia bilang"
"Ah, mengapa jadi demikian, bukankah kepusingan bisa anda pikir
sebagai sebuah kesenangan?"
"Sangat bisa Halim, namun hanya ada 5% kadar tawa pada kesenangan itu.
Apakah anda pikir itu sesuatu yang efisien?"
"Hem... padahal anda mengenal saya sebagai seorang Halim."
"Hah? maksud anda?"
"Saya pikir anda akan mau saya ajak berenang, main bola, lari pagi,
menyesap teh hangat bersama gerimis, atau main dota 2 jika anda mengenal saya
sebagai Halim"
"Jika saya tidak mengenal anda sebagai seorang Halim, lantas anda yang
seperti apa yang akan saya kenal"
"Saya yang seperti bunga, kadang dipetik orang dan diberikan kepada
kekasihnya, kadang dipetik anak-anak kecil yang iseng, kadang dipetik oleh
pekerja-pekerja perusahaan untuk dijadikan pengharum, untuk membuat produk yang
akan menguntungkan mereka"
"Saya masih belum mengerti Halim, lantas anda yang seperti bunga
apakah sama seperti anda yang seperti Halim?"
"Seperti apa saya seperti apa anda memandang, memikirkan, dan
memperlakukan saya"
"Jika saya ingin berteman dengan anda yang seperti bunga, bagaimana
saya harus memanggil anda?"
"jika saya seperti bunga, tentu anda bukan teman saya melainkan
majikan dan saya budaknya. Ah, tapi jika memang demikian, panggil saja saya
puisi. Seperti kebanyakan orang memanggil saya"
...
Singkat cerita, saya kemudian bertukar senyum dengan Halim dan kita
berpisah tanpa sebuah janji untuk bertemu lagi.
"Jika saya sudah sedikit lebih dewasa, saya ingin kita bertemu
lagi" saya berkata padanya dengan wajah menunduk memandang bayangan
wajahnya yang meneduhkan semut-semut merah.
"Semoga demikian" jawab Halim singkat. Dan kita berpisah diiringi
gerimis rubah. Ya, gerimis yang turun dikala hari cerah dan angin berhembus
seperti Mandella.
0 comments:
Post a Comment