Entah bagaimana saya belum merasakan, tapi sepertinya itu keren: setelah perjuangan berdarah-darah selama kurang lebih 4 tahun, kemudian berdiri disaksikan orang tua atau kerabat terdekat, mengenakan toga dan mengucap sumpah sebagai seorang sarjana. Lalu mencari spot yang pas buat foto bareng, dan hasilnya dipajang pada dinding di ruang tamu atau kamar orang tua.
Membanggakan sekali sepertinya. Beberapa minggu istirahat di rumah, menyambung kembali silaturahmi dengan kerabat-kerabat yang sudah lama berisah, sambil minta pertimbangan permintaan perusahaan mana yang sebaiknya dipilih, atau beasiswa di negara mana yang sepertinya baik untuk di ambil.
Pada bagian bumi lainnya :
Entah bagaimana saya belum merasakan, tapi sepertinya itu keren: setelah bersusah payah untuk belajar, namun karena lingkungan dan akses pengembangan diri tidak begitu mendukung terpaksa mereka harus menutup buku dan memekarkan otot. Kemudian setelah satu bulan bercucuran keringat, mereka pulang dengan sepaket kebahagiaan untuk orang-orang yang mereka sayangi.
Membanggakan sekali sepertinya. Menghabiskan sebagian besar waktu dan tenaga untuk menjaga senyum orang-orang yang mereka sayangi. Kemudian sejenak menyesap kopi dan rokok kecil di sudut sepi bersama teman-teman yang senasib. Bercanda dan berbagi cerita. Berbagi harapan tentang perubahan hidup yang lebih baik.
...
Saya bukan bermaksud untuk menyinggung perihal keseimbangan, melainkan sebuah arti dari perbedaan. Bukan tanpa alasan manusia hidup dalam keragaman ilmu dan kemampuan. Bukan tanpa alasan kemudian muncul istilah keberuntungan dan 'nasib'. Ya, sebenarnya tulisan ini reminder aja sih buat saya sendiri khususnya (haha), bahwa pada setiap kebahagiaan yang datang, turut serta sebuah titipan kebahagiaan untuk orang lain. Bukan juga tanpa alasan sepertinya kemudian muncul istilah tanggung jawab dan kepercayaan Tuhan.
0 comments:
Post a Comment