I am freelance intelligence. Currently trying to understand capitalism.

Sunday, 8 September 2013

Elegi Senja


Photo by Benidiktus Sarpumwain, Indonesian Adventurer
suatu hari pada sebuah cermin
seseorang berdiri memandang tubuh yang pucat
bibir yang pernah merah kini jadi legam
pipi yang pernah ranum kini melenguh lemak membuku-buku
embun yang dulu menghias mata kini enyah entah kemana
waktu berjalan dengan takdir dan kepastian
malam ini seorang perempuan menggendong orok di emperan toko berpintu harmonika
dan malam menyisakan dingin
seorang tukang sapu bergegas kerja sepulang ibadah subuh
mendapati jalanan yang dipenuhi sampah berserakan
hanya sampah,
bukan perempuan atau anak kecil atau lelaki tua yang cacat
begitulah
tak perlu dipikir mengapa, karena memang sudah seharusnya begitu
alam mengatur manusia bahkan tanpa mereka dapat menyadari
bagaimanapun, pada setiap waktu
selalu ada kepastian bahwa tak selamanya yang indah itu indah atau pun yang buruk itu buruk
berbahagialah kau yang melihat keindahan pada setiap tubuh yang pucat, secuil bibir yang legam, bola pipi yang digelayuti lemak, atau pun mata yang tak lagi dapat melihat

0 comments:

Post a Comment